Sejarah Sastra Indonesia
Sastra
Indonesia, adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra di
Asia Tenggara. Istilah “Indonesia” sendiri mempunyai arti yang saling
melengkapi terutama dalam cakupan geografi dan sejarah poltik di wilayah
tersebut.
Sastra
Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan
Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya
berdasarkan Bahasa Melayu (dimana bahasa Indonesia adalah satu turunannya).
Dengan pengertian kedua maka sastra ini dapat juga diartikan sebagai sastra
yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa negara
berbahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang
tinggal di Singapura.
Daftar isi
1
Periodisasi
2 Pujangga
Lama
2.1 Karya
Sastra Pujangga Lama
2.1.1
Sejarah
2.1.2
Hikayat
2.1.3 Syair
2.1.4 Kitab
agama
3 Sastra
Melayu Lama
3.1 Karya
Sastra Melayu Lama
4 Angkatan
Balai Pustaka
5 Pujangga
Baru
5.1 Penulis
dan Karya Sastra Pujangga Baru
6 Angkatan
1945
6.1 Penulis
dan Karya Sastra Angkatan 1945
7 Angkatan
1950 – 1960-an
7.1 Penulis
dan Karya Sastra Angkatan 1950 – 1960-an
8 Angkatan
1966 – 1970-an
8.1 Penulis
dan Karya Sastra Angkatan 1966
9 Angkatan
1980 – 1990-an
9.1 Penulis
dan Karya Sastra Angkatan 1980
10 Angkatan
Reformasi
10.1 Penulis
dan Karya Sastra Angkatan Reformasi
11 Angkatan
2000-an
11.1 Penulis
dan Karya Sastra Angkatan 2000
11.2 Penulis
dan Karya Sastra Angkatan 2010
12
Cybersastra
13 Pranala
luar
14 Referensi
Periodisasi
Sastra
Sastra
Indonesia terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
(a) lisan
(b) tulisan
Secara
urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:
Angkatan
Pujangga Lama
Angkatan
Sastra Melayu Lama
Angkatan
Balai Pustaka
Angkatan
Pujangga Baru
Angkatan
1945
Angkatan
1950 – 1960-an
Angkatan
1966 – 1970-an
Angkatan
1980 – 1990-an
Angkatan
Reformasi
Angkatan
2000-an
Angkatan
2010
Pujangga
Lama
Pujangga
lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang
dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di dominasi oleh
syair, pantun, gurindam dan hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan
pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan
Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting
berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang
pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama. Dari istana
Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang
paling terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil,
serta Nuruddin ar-Raniri.[1]
Karya Sastra
Pujangga Lama
Sejarah
Sejarah
Melayu (Malay Annals)
HikayatHikayat
Abdullah
Hikayat Aceh
Hikayat Amir
Hamzah
Hikayat
Andaken Penurat
Hikayat
Bayan Budiman
Hikayat
Djahidin
Hikayat Hang
Tuah
Hikayat
Iskandar Zulkarnain
Hikayat
Kadirun Hikayat Kalila dan Damina
Hikayat
Masydulhak
Hikayat
Pandawa Jaya
Hikayat
Pandja Tanderan
Hikayat
Putri Djohar Manikam
Hikayat Sri
Rama
Hikayat
Tjendera Hasan
Tsahibul
Hikayat
Syair
Syair
Bidasari
Syair Ken
Tambuhan
Syair Raja
Mambang Jauhari
Syair Raja
Siak
Kitab agama
Syarab
al-’Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri
Asrar
al-’Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri
Nur
ad-Daqa’iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai
Bustan
as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri
Sastra
Melayu Lama
Karya sastra
di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 – 1942, yang berkembang
dilingkungan masyarakat Sumatera seperti “Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan
daerah Sumatera lainnya”, orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya
sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat
dan terjemahan novel barat.
Karya Sastra
Melayu LamaRobinson Crusoe (terjemahan)
Lawan-lawan
Merah
Mengelilingi
Bumi dalam 80 hari (terjemahan)
Graaf de
Monte Cristo (terjemahan)
Kapten
Flamberger (terjemahan)
Rocambole
(terjemahan)
Nyai Dasima
oleh G. Francis (Indo)
Bunga Rampai
oleh A.F van Dewall
Kisah
Perjalanan Nakhoda Bontekoe
Kisah
Pelayaran ke Pulau Kalimantan
Kisah
Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya
Cerita Siti
Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo)
Cerita Nyi
Paina
Cerita Nyai
Sarikem
Cerita
Nyonya Kong Hong Nio Nona Leonie
Warna Sari
Melayu oleh Kat S.J
Cerita Si
Conat oleh F.D.J. Pangemanan
Cerita
Rossina
Nyai Isah
oleh F. Wiggers
Drama Raden
Bei Surioretno
Syair Java
Bank Dirampok
Lo Fen Kui
oleh Gouw Peng Liang
Cerita Oey
See oleh Thio Tjin Boen
Tambahsia
Busono oleh
R.M.Tirto Adhi Soerjo
Nyai Permana
Hikayat Siti
Mariah oleh Hadji Moekti (indo)
dan masih
ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya
Angkatan
Balai Pustaka
Angkatan
Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun
1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita
pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun,
gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Balai
Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul
dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti
kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai
Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa
Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa
Batak, dan bahasa Madura.
Nur Sutan
Iskandar dapat disebut sebagai “Raja Angkatan Balai Pustaka” oleh sebab banyak
karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para
pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada
angkatan ini adalah “novel Sumatera”, dengan Minangkabau sebagai titik
pusatnya.[2]
Penulis dan
Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka [Merari Siregar] [Azab dan Sengsara](1920)
[Binasa kerna Gadis Priangan](1931) [Cinta dan Hawa Nafsu] [Marah Roesli] [Siti
Nurbaya](1922) [La Hami] (1924) [Anak dan Kemenakan](1956 [Muhammad
Yamin][Tanah Air (novel)|Tanah Air](1922) [Indonesia, Tumpah Darahku] (1928)
[Kalau Dewi Tara Sudah Berkata][Ken Arok dan Ken Dedes] (1934) [Nur Sutan
Iskandar][Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan] (1923) [Cinta yang Membawa
Maut](1926) [Salah Pilih](1928) [Karena Mentua](1932) [Tuba Dibalas
dengan Susu]] (1933) [Hulubalang Raja] (1934) [Katak Hendak Menjadi Lembu]
(1935) [Tulis Sutan Sati] [Tak Disangka](1923) [Sengsara Membawa Nikmat] (1928)
[Tak Membalas Guna](1932) [Memutuskan Pertalian](1932) [Adinegoro|Djamaluddin
Adinegoro] [Darah Muda] (1927) [Asmara Jaya](1928) [Abas Soetan Pamoentjak]
[Pertemuan](1927
[Abdul Muis]
[Salah Asuhan]] (1928) [Pertemuan Djodoh](1933) [Aman Datuk Madjoindo] [Menebus
Dosa](1932) [Si Cebol Rindukan Bulan] (1934) [Sampaikan Salamku Kepadanya]
(1935)
Pujangga
Baru
Pujangga
Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai
Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap
karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra
Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.
Pada masa
itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia
setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 – 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir
Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
Kelompok
“Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
Kelompok
“Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir
Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Penulis dan
Karya Sastra Pujangga BaruSutan Takdir Alisjahbana
Dian Tak
Kunjung Padam (1932)
Tebaran Mega
– kumpulan sajak (1935)
Layar
Terkembang (1936)
Anak Perawan
di Sarang Penyamun (1940)
Hamka
Di Bawah
Lindungan Ka’bah (1938)
Tenggelamnya
Kapal van der Wijck (1939)
Tuan
Direktur (1950)
Didalam
Lembah Kehidoepan (1940)
Armijn Pane
Belenggu
(1940)
Jiwa Berjiwa
Gamelan
Djiwa – kumpulan sajak (1960)
Djinak-djinak
Merpati – sandiwara (1950)
Kisah Antara
Manusia – kumpulan cerpen (1953)
Sanusi Pane
Pancaran
Cinta (1926)
Puspa Mega
(1927)
Madah Kelana
(1931)
Sandhyakala
Ning Majapahit (1933)
Kertajaya
(1932)
Tengku Amir
Hamzah
Nyanyi Sunyi
(1937)
Begawat Gita
(1933)
Setanggi
Timur (1939) Roestam Effendi
Bebasari:
toneel dalam 3 pertundjukan
Pertjikan
Permenungan
Sariamin
Ismail
Kalau Tak
Untung (1933)
Pengaruh
Keadaan (1937)
Anak Agung
Pandji Tisna
Ni Rawit
Ceti Penjual Orang (1935)
Sukreni
Gadis Bali (1936)
I Swasta
Setahun di Bedahulu (1938)
J.E.Tatengkeng
Rindoe
Dendam (1934)
Fatimah
Hasan Delais
Kehilangan
Mestika (1935)
Said Daeng
Muntu
Pembalasan
Karena
Kerendahan Boedi (1941)
Karim Halim
Palawija
(1944)
Angkatan
1945
Pengalaman
hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan
’45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan
Pujangga baru yang romantik – idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini
banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya
puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan ’45 memiliki konsep seni yang
diberi judul “Surat Kepercayaan Gelanggang”. Konsep ini menyatakan bahwa para
sastrawan angkatan ’45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati
nurani.
Penulis dan
Karya Sastra Angkatan 1945
Chairil
Anwar
Kerikil
Tajam (1949)
Deru Campur
Debu (1949)
Asrul Sani,
bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
Tiga Menguak
Takdir (1950)
Idrus
Dari Ave
Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
Aki (1949)
Perempuan
dan Kebangsaan
Achdiat K.
Mihardja
Atheis
(1949)
Trisno
Sumardjo
Katahati dan
Perbuatan (1952)
Utuy Tatang
Sontani
Suling
(drama) (1948)
Tambera
(1949)
Awal dan
Mira – drama satu babak (1962)
Suman Hs.
Kasih Ta’
Terlarai (1961)
Mentjari
Pentjuri Anak Perawan (1957)
Pertjobaan
Setia (1940)
[sunting]
Angkatan
1950 – 1960-an
Angkatan
50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri
angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan
kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan
dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Pada
angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam
Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis.
Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan
sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan
sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan
pecahnya G30S di Indonesia.
Penulis dan
Karya Sastra Angkatan 1950 – 1960-anPramoedya Ananta Toer
Kranji dan
Bekasi Jatuh (1947)
Bukan Pasar
Malam (1951)
Di Tepi Kali
Bekasi (1951)
Keluarga
Gerilya (1951)
Mereka yang
Dilumpuhkan (1951)
Perburuan
(1950)
Cerita dari
Blora (1952)
Gadis Pantai
(1965)
Nh. Dini
Dua Dunia
(1950)
Hati jang
Damai (1960)
Sitor
Situmorang
Dalam Sadjak
(1950)
Djalan
Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
Pertempuran
dan Saldju di Paris (1956)
Surat Kertas
Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
Wadjah Tak
Bernama: kumpulan sadjak (1955)
Mochtar
Lubis
Tak Ada Esok
(1950)
Jalan Tak
Ada Ujung (1952)
Tanah
Gersang (1964)
Si Djamal
(1964)
Marius Ramis
Dayoh
Putra Budiman
(1951)
Pahlawan
Minahasa (1957)
Ajip Rosidi
Tahun-tahun
Kematian (1955)
Ditengah
Keluarga (1956)
Sebuah Rumah
Buat Hari Tua (1957)
Cari Muatan
(1959)
Pertemuan
Kembali (1961)
Ali Akbar
Navis
Robohnya
Surau Kami – 8 cerita pendek pilihan (1955)
Bianglala –
kumpulan cerita pendek (1963)
Hujan Panas
(1964)
Kemarau
(1967) Toto Sudarto Bachtiar
Etsa
sajak-sajak (1956)
Suara –
kumpulan sajak 1950-1955 (1958)
Ramadhan K.H
Priangan si
Jelita (1956)
W.S. Rendra
Balada
Orang-orang Tercinta (1957)
Empat
Kumpulan Sajak (1961)
Ia Sudah
Bertualang (1963)
Subagio
Sastrowardojo
Simphoni
(1957)
Nugroho
Notosusanto
Hujan
Kepagian (1958)
Rasa Sajangé
(1961)
Tiga Kota
(1959)
Trisnojuwono
Angin Laut
(1958)
Dimedan
Perang (1962)
Laki-laki
dan Mesiu (1951)
Toha Mochtar
Pulang
(1958)
Gugurnya
Komandan Gerilya (1962)
Daerah Tak
Bertuan (1963)
Purnawan
Tjondronagaro
Mendarat
Kembali (1962)
Bokor
Hutasuhut
Datang Malam
(1963)
Angkatan
1966 – 1970-an
Angkatan ini
ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3]
Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra
pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya
karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit
Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada
masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini
adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto,
Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan
termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Beberapa
satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta,
Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma,
Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail dan
banyak lagi yang lainnya.
Penulis dan
Karya Sastra Angkatan 1966Taufik Ismail
Malu (Aku)
Jadi Orang Indonesia
Tirani dan
Benteng
Buku Tamu
Musim Perjuangan
Sajak Ladang
Jagung
Kenalkan
Saya Hewan
Puisi-puisi
Langit
Sutardji
Calzoum Bachri
O
Amuk
Kapak
Abdul Hadi
WM
Meditasi
(1976)
Potret
Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
Tergantung
Pada Angin (1977)
Sapardi
Djoko Damono
Dukamu Abadi
(1969)
Mata Pisau
(1974)
Goenawan
Mohamad
Parikesit
(1969)
Interlude
(1971)
Potret
Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972)
Seks,
Sastra, dan Kita (1980)
Umar Kayam
Seribu
Kunang-kunang di Manhattan
Sri Sumarah
dan Bawuk
Lebaran di
Karet
Pada Suatu
Saat di Bandar Sangging
Kelir Tanpa
Batas
Para Priyayi
Jalan
Menikung
Danarto
Godlob
Adam
Makrifat
Berhala
Nasjah
Djamin
Hilanglah si
Anak Hilang (1963)
Gairah untuk
Hidup dan untuk Mati (1968)
Putu Wijaya
Bila Malam
Bertambah Malam (1971)
Telegram
(1973)
Stasiun
(1977)
Pabrik
Gres
Bom Djamil
Suherman
Perjalanan
ke Akhirat (1962)
Manifestasi
(1963)
Titis Basino
Dia, Hotel,
Surat Keputusan (1963)
Lesbian
(1976)
Bukan
Rumahku (1976)
Pelabuhan
Hati (1978)
Pelabuhan
Hati (1978)
Leon Agusta
Monumen
Safari (1966)
Catatan
Putih (1975)
Di Bawah
Bayangan Sang Kekasih (1978)
Hukla (1979)
Iwan
Simatupang
Ziarah
(1968)
Kering
(1972)
Merahnya
Merah (1968)
Keong (1975)
RT Nol/RW
Nol
Tegak Lurus
Dengan Langit
M.A Salmoen
Masa
Bergolak (1968)
Parakitri
Tahi Simbolon
Ibu (1969)
Chairul
Harun
Warisan
(1979)
Kuntowijoyo
Khotbah di
Atas Bukit (1976)
M. Balfas
Lingkaran-lingkaran
Retak (1978)
Mahbub
Djunaidi
Dari Hari ke
Hari (1975)
Wildan Yatim
Pergolakan
(1974)
Harijadi S.
Hartowardojo
Perjanjian
dengan Maut (1976)
Ismail
Marahimin
Dan Perang
Pun Usai (1979)
Wisran Hadi
Empat Orang
Melayu
Jalan Lurus
Angkatan
1980 – 1990-an
Karya sastra
di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya
roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut
yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas
diberbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa
sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah:
Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma,
Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor
Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor
Ganie.
Nh. Dini
(Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada
dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku
Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas
yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari
budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran
timur.
Mira W dan
Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi
romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam
novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka
yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu
dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era
1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.
Namun yang
tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran
pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman
Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah
diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya
yang lebih berat.
Ada
nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang
dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning,
Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.
Penulis dan
Karya Sastra Angkatan 1980
Ahmadun Yosi
Herfanda
Ladang Hijau
(1980)
Sajak Penari
(1990)
Sebelum
Tertawa Dilarang (1997)
Fragmen-fragmen
Kekalahan (1997)
Sembahyang
Rumputan (1997)
Y.B
Mangunwijaya
Burung-burung
Manyar (1981)
Darman
Moenir
Bako (1983)
Dendang
(1988)
Budi Darma
Olenka
(1983)
Rafilus
(1988)
Sindhunata
Anak Bajang
Menggiring Angin (1984)
Arswendo
Atmowiloto
Canting
(1986)
Hilman
Hariwijaya
Lupus – 28
novel (1986-2007)
Lupus Kecil
– 13 novel (1989-2003)
Olga Sepatu
Roda (1992)
Lupus ABG –
11 novel (1995-2005)
Dorothea
Rosa Herliany
Nyanyian
Gaduh (1987)
Matahari
yang Mengalir (1990)
Kepompong
Sunyi (1993)
Nikah
Ilalang (1995)
Mimpi Gugur
Daun Zaitun (1999)
Gustaf Rizal
Segi Empat
Patah Sisi (1990)
Segi Tiga
Lepas Kaki (1991)
Ben (1992)
Kemilau
Cahaya dan Perempuan Buta (1999)
Remy Sylado
Ca Bau Kan
(1999)
Kerudung
Merah Kirmizi (2002)
Angkatan
Reformasi
Seiring
terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu
KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang
“Sastrawan Angkatan Reformasi”. Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya
karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik,
khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama
berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak
reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi
juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.
Sastrawan
Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada
akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi
politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran
karya-karya sastra — puisi, cerpen, dan novel — pada saat itu. Bahkan,
penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti
Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono
Benny Hidayat, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik
mereka.
Penulis dan
Karya Sastra Angkatan Reformasi
Widji Thukul
Puisi Pelo
Darman
Angkatan
2000-an
Setelah
wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak
berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada
tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya “Sastrawan Angkatan 2000″.
Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia,
Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan
kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang
sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda
dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu
Utami dan Dorothea Rosa Herliany.
Penulis dan
Karya Sastra Angkatan 2000
Ayu Utami
Saman (1998)
Larung
(2001)
Seno Gumira
Ajidarma
Atas Nama
Malam
Sepotong
Senja untuk Pacarku
Biola Tak
Berdawai
Dewi Lestari
Supernova 1:
Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)
Supernova
2.1: Akar (2002)
Supernova
2.2: Petir (2004)
Habiburrahman
El Shirazy
Ayat-Ayat
Cinta (2004)
Diatas
Sajadah Cinta (2004)
Ketika Cinta
Berbuah Surga (2005)
Pudarnya
Pesona Cleopatra (2005)
Ketika Cinta
Bertasbih 1 (2007)
Ketika Cinta
Bertasbih 2 (2007)
Dalam Mihrab
Cinta (2007)
Andrea
Hirata
Laskar
Pelangi (2005)
Sang Pemimpi
(2006)
Edensor
(2007)
Maryamah
Karpov (2008)
Penulis dan
Karya Sastra Angkatan 2010
DENGAN
LAHIRNYA SASTRAWAN ANGKATAN 2000AN MAKA SEBAGAI TINDAK LANJUT PERKEMBANGAN
SASTRA DI iNDONESIA MAKA PADA TAHUN 2010 TUMBUHLAH SASTRAWAN ANGKATAN 2010
YANG AKAN BERSAMA DENGAN SASTRAWAN ANGKATAN 200AN UNTUK MEMPERJUANGKAN HAK HAK
PENULIS DAN DARI KARYA KARYA YANG BANYAK DI BERENDELI KARENA TERKAIT KONDISI
POLITIK DAN EKONOMI NEGARA SERTA TINDAK TINDAK KRIMINAL.ANGKATAN INI DI
PELOPORI Tosa spd .DIANTARA SASTRAWAN ANGKATAN 2010 ANTARA LAIN :
Tosa spd
lukisan jiwa
(2009)Antologi puisi
melan conis
(2009)
Toni Saputra
Nurani Soyo
Mukti
Dikutip dari
http://mbahnur.wordpress.com/2010/02/11/sejarah-sastra/
Lumayan bagus blog nya agak lucu
BalasHapusSebarkan bahwa Sastra kita adalah unsur pembentuk karakter bangsa...
BalasHapusSalam Keindahan bahasa...
Rifan Khoridi