Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
When my time has come
I want none to compliment me
Not even you
I don't need that sniveling!
I'm but a wild animal
From an exiled group
Even if bullets pierce my skin
I will still enrage and attack
Wounds and poison I'll take running
Running
Until the pain leaves
And I will care even less
For I will live a thousand more years
Analisis Makna
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Dalam baris pertama “kalau sampai waktuku” Si “aku” membuang semua kekhawatirannya tentang suatu kematian. Dia tidak lagi perduli kepada siapa saja yang yang merayunya. Tidak juga kekasinya.
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Si “aku” memesankan kepada orang-orang terdekatnya supaya supaya melepasnya, jika saatnya telah tiba menghadap sang khalik. Bahkan dia menyebt-nyebut dirinya sebagai binatang jalang, Sebuah simbol kehinaan.
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari Berlari
Hingga hilang pedih peri
Si “aku” berterus terang tentang apa yang telah di deritanya, tapi dia tetap mencoba untuk menanggungnya sendiri. Karena jika saatnya tiba, semua perih akan hilang.
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Si “aku” ingin hidup seribu tahun lagi. Di sini Chairil telah menjelma si “aku”. Walaupun raganya telah tiada, tapi dia ingin karyanya tetap hidup selamanya.
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
When my time has come
I want none to compliment me
Not even you
I don't need that sniveling!
I'm but a wild animal
From an exiled group
Even if bullets pierce my skin
I will still enrage and attack
Wounds and poison I'll take running
Running
Until the pain leaves
And I will care even less
For I will live a thousand more years
Analisis Makna
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Dalam baris pertama “kalau sampai waktuku” Si “aku” membuang semua kekhawatirannya tentang suatu kematian. Dia tidak lagi perduli kepada siapa saja yang yang merayunya. Tidak juga kekasinya.
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Si “aku” memesankan kepada orang-orang terdekatnya supaya supaya melepasnya, jika saatnya telah tiba menghadap sang khalik. Bahkan dia menyebt-nyebut dirinya sebagai binatang jalang, Sebuah simbol kehinaan.
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari Berlari
Hingga hilang pedih peri
Si “aku” berterus terang tentang apa yang telah di deritanya, tapi dia tetap mencoba untuk menanggungnya sendiri. Karena jika saatnya tiba, semua perih akan hilang.
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Si “aku” ingin hidup seribu tahun lagi. Di sini Chairil telah menjelma si “aku”. Walaupun raganya telah tiada, tapi dia ingin karyanya tetap hidup selamanya.